Pesona Istanbul, perpaduan keindahan Asia dan Eropa yang membuat jatuh hati

Traveling

keeps me humble because every time I step foot in new place, I am no one once again.

Malam indah itu pertama kalinya kaki ini menginjak tanah Ottoman, 29 Agustus 2017. Udara hangat Istanbul serta wajah-wajah khas Turki menyambut di pintu kedatangan Bandara Internasional Atatürk Istanbul dengan membawa tulisan nama wisatawan. Adapula yang berdiri tampan dengan membawa bouquet bunga (for sure bukan driver taksi bandara yang nanya “neng mau diantar ke hati abang?” :D). Mashaallah, keinginan untuk merasakan hari besar Idul Adha di negara yang menyimpan sejarah kebesaran Islam pada masa kejayaan akan terwujud. Kami menuju hostel yang terletak di area Beyoğlu, dekat dengan Taksim Square. Perjalanan dari bandara menuju daerah tersebut memakan  waktu sekitar 1 jam menggunakan Metro.

IMG_4298
Taksim Square

Taksim Square, tempat pertama di Turki yang saya tahu setelah Bandara Atatürk. Kesan pertama saya di area tersebut adalah RAMAI. Ya, tentu saja usut punya usut ternyata kawasan Taksim adalah kawasan Istanbul bagian Eropa yang paling modern dan hype untuk anak muda Istanbul. Bukan hanya itu, kawasan ini juga tersambung dengan Istiklal street yang merupakan pusat keramaian serta belanja para wisatawan. Tidak heran jika kawasan ini terkenal sebagai “The heart of the city” karena memang selalu ramai baik siang maupun malam. Istiklal street sendiri memiliki panjang sekitar 1.4 kilometer yang penuh dengan berbagai restaurant, kafe, hiburan musik, toko pernak pernik, hingga toko dengan brand terkenal -> sebut saja ZARA, ADIDAS, CENTRO beserta sepupu lainnya.

unnamed.jpg
Istiklal street/avenue

Jatuh cinta pada kota Istanbul bukanlah hal yang sulit karena memang di setiap jejak langkah menyimpan bayangan sejarah serta beragam karya seni di setiap sudut kotanya. Sebagai penghubung 2 benua yaitu Asia dan Eropa, sejak dulu kota ini telah menjadi pusat peradaban dan kebudayaan. Tidak berlebihan jika seorang jendral besar panglima perang Perancis yang sangat terkenal, Napoleon Bonaparte pernah menggambarkan Istanbul karena letaknya yang strategis dengan kalimat fenomenal “Jika di dunia hanya terdapat satu negara, maka ibukotanya adalah Istanbul”. That’s cool man! 😀

Banyak wisatawan yang tertarik akan sejarah dari kota Istanbul, namun tidak sedikit yang berkunjung ke Istanbul untuk menjelajahi keunikan arsitektur bangunan, kuliner, museum, galeri, mode fashion serta tempat-tempat wisata di seluruh penjuru kota. Untuk kuliner, kita dapat dengan mudah menemukan makanan halal di toko-toko  pinggir jalan mulai dari doner kebap, sis kebap, börek, kokoreç, simit, baklava, lokum, hingga dondurma (es krim turki yang teksturnya sangat lengket). Di hostel tempat saya menginap, juga disediakan sarapan ala Turki (yang menurut saya healthy tapi kurang nendang di perut orang Indonesia), yang isinya sayur-sayuran, roti, kentang, keju, telur dan berbagai saus dari buah atau biji.

unnamed (1)
Sarapan ala Turki

Moda transportasi di Istanbul juga tidak terlalu rumit dan transportasi umumnya lebih teratur dan sistematis sehingga tidak menyusahkan traveler yang baru pertama kali berkunjung kesana. Setibanya di bandara, lebih baik membeli Istanbul Card dan mengisinya di mesin yang dapat ditemui di stasiun tram ataupun metro karena kartu ini sangat berguna untuk kehidupan kemaslahatan warga Istanbul dan juga para traveler, bahkan untuk masuk toilet pun tidak luput akan kebutuhan kartu tersebut. Sedikit saran yang dapat membantu traveling di Istanbul, sebelum datang lebih baik untuk mendownload peta Istanbul yang dilengkapi dengan petunjuk transportasi di link ini Accessibility Map untuk membantu memilih transport yang mudah dan cepat sampai tujuan. Namun, jika jarak antar satu tempat wisata dengan tempat wisata yang lain tidak begitu jauh, tidak ada salahnya untuk berjalan kaki sambil menikmati udara kota Istanbul.

istanbulkart-1-e1502985099991
Istanbul Card

Selesai dengan urusan moda transportasi, mari beralih ke pembahasan mengenai tempat wisata. Bagi pecinta sejarah dan museum, tips untuk menghemat biaya tiket masuk museum adalah dengan membeli Museum pass / Müzekart sesuai dengan paket museum dan validasi kartu yang telah ditentukan. Saya menggunakan Museum pass yang saya beli seharga 85TL dengan masa berlaku 120 jam (5 hari) sejak kunjungan pertama museum. Kartu ini bisa digunakan untuk memasuki 12 museum yang telah ditentukan, untuk info lengkapnya dapat dibaca di link ini Müzekart Istanbul.

museumpass
Museum Pass / Müzekart

Kartu ini mempermudah kunjungan saya di tiap museum karena tidak perlu antri lagi untuk membeli karcis masuk yang biasanya penuh dengan pengunjung, hanya tinggal tap di mesin yang telah disediakan. Kalau istilah jaman sekarang adalah “fast track”. Selain itu juga, kartu ini dapat menjadi penyelamat kita dari orang-orang yang menawarkan jalur cepat plus touring guide dengan biaya yang membuat tipis kantong mahasiswa.

Perjalanan di Istanbul saya awali dengan menyusuri Istiklal street menuju arah Galata tower dengan berjalan kaki. Sambil menikmati udara segar pagi, tidak membosankan untuk berjalan di daerah tersebut meskipun beberapa toko belum buka. Di tengah perjalanan, saya melihat banyak wisatawan yang masuk untuk mengunjungi sebuah gereja yang letaknya di pinggir kiri jalan.

IMG_3635.JPG
Gereja St. Anthony

Karena bentuknya yang berbeda dengan gereja umumnya di Belgrade, saya pun penasaran untuk memasuki gereja tersebut. Gereja St. Anthony atau yang dikenal di Turki sebagai Saint Antuan Kilisesi adalah gereja roman katolik terbesar di Istanbul. Gereja ini dibangun sebagai tempat beribadah komunitas Italia yang tinggal di Istanbul.

unnamed (2)
Bagian dalam gereja bergaya Itali neo-gothic 

Dari bagian depan, bangunan ini terlihat seperti dibentuk dari tumpukan bata merah yang tersusun rapi. Menurut beberapa sumber, gereja ini dibangun pada tahun 1725. Pada awal abad ke-20, sempat dihancurkan karena adanya pembangunan jalan tramvaj, namun gereja tersebut dibangun kembali dan diselesaikan oleh arsiteknya Giuliu Mongeri pada tahun 1912 dengan gaya neo-Gothic dan Tuscan-Lombard Italia.

unnamed (3)

unnamed (4)
Bagian dalam gereja St. Anthony

Ini bukan kali pertama saya mengunjungi gereja, karena gereja pertama yang saya kunjungi adalah gereja kristen ortodoks terbesar di Serbia, dan dari beberapa kunjungan tersebut saya dapat membedakan perbedaan tempat ibadah kristen, antara gereja katolik, protestan dan kristen ortodoks. Well lagi, sedikit ilmu tentang agama lain yang bisa didapat ketika traveling, dan membuat saya makin teguh dalam memegang keimanan saya tanpa harus menghilangkan aspek toleransi antar umat beragama.

unnamed (5)

Setelah itu, penyusuran Istiklal street masih berlanjut sampai kaki ini berhenti ketika melihat papan besar tertulis “T.C. Galata Mevlevihanesi Müzesi” (Museum Galata Mevlevi), dari sini perjalanan mempelajari sejarah islam pun dimulai. Cerita selanjutnya akan saya lanjutkan di tulisan berikutnya, so stay tuned!

Puspita Anggraini
30 Agustus 2017
Istanbul, Turki

Leave a comment