Mencintaimu dengan sederhana

“Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada”

Sapardi Djoko Damono, 1989

Puisi karya seorang sastrawan Indonesia Sapardi Djoko Damono diatas pertama kali aku dengar saat duduk kelas 1 SMP di pelajaran Bahasa Indonesia, dan sejak itu aku bertanya-tanya apa arti dari mencintai dengan sederhana.

Bukankah cinta itu indah namun rumit?

Bukankah cinta itu membuat bahagia namun juga menyakitkan?

Bukankah cinta itu disaaat bersamaan merasa memiliki dan dimiliki tanpa kebebasan?

Lalu apa yang dimaksud dengan mencintai dengan sederhana ketika cinta sendiri terdengar sangat tidak mudah untuk dipahami?

Dan, setelah sekian lama mencari makna dari mencintai dengan sederhana, hari ini aku memahami apa arti dari secuil kalimat tersebut.

Mengenal mu membuat aku bahagia dan berpikir bahwa aku tercipta untuk mu, begitu pun sebaliknya.

Hal yang tidak pernah aku rasakan ketika mengagumi seseorang dalam diam.

Diam diam dalam sepertiga malam ku, aku berdoa untuk kebaikanmu

Diam diam aku minta pada yang Maha Kuasa untuk kebahagiaan dan kelancaran semua urusanmu

Diam diam menasehati diri sendiri bahwa memperbaiki dan memfokuskan diri sendiri untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi jika ingin bersanding dengan dirimu

Diam diam terinspirasi untuk menjadi manusia yang membawa manfaat dan dampak positif pada manusia dan lingkungan sekitar

Sesederhana itu cinta dapat membuat seorang insan termotivasi untuk menjadi lebih baik bagi diri sendiri, bukan dengan cara merusak dan menurunkan harga diri dengan menunjukkan dan mengumbar perasaan pada dia yang kita kagumi.

Terima kasih atas kehadiranmu yang bahkan tidak pernah terpikir oleh ku bahwa dengan mengenal mu aku bisa memahami arti kalimat yang selama ini jadi pertanyaan untuk diriku.

Biarlah aku menjadi abu yang kau bakar tanpa menyadari existensiku

Biarlah aku menghilang seperti awan yang kau jadikan hujan, dan ubahlah menjadi pelangi yang indah.

Izinkan aku mencintaimu dengan sederhana, dalam diam dan kesucian yang hanya Tuhan kita yang mendengar doa yang aku panjatkan.

Tuhan maha adil, Dia mendatangkan mu kedalam kehidupan ku untuk belajar bahwa cinta itu tidak harus memiliki, cinta itu merelakan yang kamu cintai mengejar mimpi dan mendapatkan kebahagiaannya, cinta itu memberi tanpa mangharap imbalan kembali.

Mencintai dan dicintai bukan suatu hal yang dapat dipaksakan, tiada yang tahu akan dilabuhkan pada hati yang mana dan untuk siapa. Cinta yang hadir dan lahir dari hati yang tulus tanpa ada paksaan itulah kesucian cinta.

Terima kasih untuk mu.

Jakarta, 3 Januari 2021

What makes Biology interesting to me?

heroimagebio1.2

” Success is no accident. It is hard work, perseverance, learning, studying, sacrifice and most of all, love of what you are doing or learning to do.”

Pele

This post I wrote from the inside of my heart as the reason why do I choose Biological science with the specification of Human Physiology for my career interest.

I have never blamed myself to choose science as my life way even though sometimes I feel my life goes hard with this decision

This all has been started,

Once upon a time, a 12 years old girl has a thought: Have you ever wondered what goes on inside of your body? What happens to the food you eat and the air you breathe?

That’s all can be explained by biology 🙂

Here I would like to write some knowledge in Biology that I would later teach to my kids about the basic of Biology (I hope they would be interested in this knowledge also).

Humans have more facial muscles than any other animal on this earth!

05945f0e00aefda3ea60becdad78506e

Your body is like a machine. It is made up of parts and organs (like the heart and lungs) of various size and shapes that work together in an organized manner. Each of these has specific functions. These parts and organs from the different system that help in day-to-day activities like breathing and digesting. The organs are made up of tissues that are in turn made up of cells with similar functions.

As you grow older, your body starts changing. The following chapters will tell you more about your body. Learning more about the human body and finding out how it works, is a whole lot of fun!

Facts about you

  • In their average lifetime, a person walks the equivalent of 5 times around the equator
  • 300 million cells die in the human body every minute
  • The average human produces 25.000 quarts of spit in a lifetime, enough to fill swimming pools
  • Your face is made up of 5 muscles!
  • Odontophobia is the fear of teeth

The cell is the tiniest living part of your body

Cells are the building blocks of your body. They are the smallest structure that can have complex processes like breathing and digestion. The human body consists of around 100 trillion cells! But these calls are too small to be seen without a microscope. A cell may vary in size, shape and make-up depending upon its function. Cells can divide and multiply; that is how you grow.

Cell structure

Human cells are eukaryotic. The term eukaryote means true nucleus in Greek. Typically, a human cell consists of several compartments or organelles.  A plasma membrane surrounds these organelles. The organelles can be seen floating in a fluid called cytoplasm. The cells also contain a nucleus where the genetic material (DNA) is stored.

Is poor eyesight hereditary?

Studies have shown that poor vision is largely hereditary, i.e. it is passed on from parents to children through genes. Although it is not the only factor leading to poor vision, common problems of eyesight are said to be inherited from ones parents.

No two people in this world are alike, except for identical twins. Each one of us is unique because of our genes. But in the case of identical twins, they are alike because they share similar genes. However, you are a little like your parents because you have inherited some of their genes.

Smiling happy twin boys

Chromosomes and DNA

Inside the nucleus lie coil-like structured called chromosomes. You have 46 chromosomes, half from your mother and half from your father. Chromosomes always come in pairs and are made up of a chemical called DNA (deoxyribonucleic acid), which looks like a spiral staircase. DNA, like the fingerprint, is unique to a person and contains all the information about that person. Section of DNA, called genes, store traits or characters.

The sex of a child is determined by the X and Y chromosomes. Both the X and Y chromosomes are present in men while women have two X chromosomes.

Facts about cells

  • If all the cells in a human body were joined at the ends, they would stretch for 1000 km (the distance between Paris to Rome)
  • If the entire DNA in your body was put end to end, it would reach the sun and back over 600 times
  • Human have 30,000 genes
  • As we grow older, the brain loses almost one gram a year, as its nerve cells die and cannot be replaced
  • 50,000 of your cells will die and be replaced as you read this sentence

Skin is the largest organ of your body!

Your skin is a waterproof layer that protects your internal organs from infection and sunlight. It is sensitive to touch, heat and pain. It also helps to control your body temperature. Structures embedded in the skin are called skin appendages. These include hair, nails and glands. Glands produce and secrete substances needed by other body parts. The sweat glands carry the sweat to the surface of the skin water it is let out through tiny holes called sweat pores.

Structure of skin

Your skin is made up of two layers of tissue. The outer layer is called the epidermis and the layer below is called the dermis. A thick coating of a tough, fibrous protein called keratin covers the epidermis. The dermis contains tiny blood vessels, sweat glands, nerve endings and the rots of tiny hairs. Under the dermis is a layer of fat, which keeps you warm.

Skin-Diagram-Children-Skincare-1

Why are some people dark and some fair?

Your skin gets its color from a pigment called melanin, which is produced by a network of special cells called melanocytes. These cells also help protect the skin from harmful sun rays. People are darker in the warmer regions because their skin produces more melanin to protect them from harsh sunlight.

four-beautiful-women-in-white-shirts.jpg

Hair and Nails

Like skin, your hair and nails are also made of keratin. Each hair is born in a tiny pit called a follicle. The roots of your hair are alive but the part above the skin is made up of dead cells. That is why you don’t feel pain while cutting your hair. Hair gets its color from melanin.

Each nail grows about a millimeter every 10 days. The new nail forms behind the cuticle, which is under the skin and pushes the older nail outside. Like your hair, nails too are made up of dead cells.

5-facts-about-freckles-you-didn’t-know-min.jpg

Some people have freckles. These are small patches of darker skin made by extra melanin. Exposure to sunshine increases the amount of melanin in your skin and the darkness of freckles.

  • Each person loses about 100 hairs every day
  • The entire length of all the eyelashes shed by a human in their life is over 30 m
  • The skin of a normal adult male weighs 4.5-5kg and measures 2m2
  • Each square inch (2.5 cm) of human skin consists of 6 m of blood vessels.

 

 

Menengok Pančevo, Kota Kecil yang Ramah dan Penuh Harmoni.

Hello again!

Sebenarnya ini tulisan sudah ditulis dari bulan April tahun 2017 ketika pertama kali saya mengunjungi kota ini. Tapi, belum sempat di post dan terlambat menyelesaikan karena beberapa hal detail seperti nama jalan yang sulit untuk teringat, hehehhe.

Seperti inilah kisah perjalanan ku dimulai~~~

Sebagian besar umat Ortodoks dan Kristiani merayakan hari Paskah di pertengahan bulan april ini, dan saya sebagai umat Muslim yang tidak merayakannya tetap mendapatkan liburan, Yeeeyyy imam raspust!! (riang setiap mahasiswa di Serbia ketika mendapat liburan yang lumayan panjang). Tidak ada kelas kursus bahasa selama 4 hari merupakan anugerah untuk me-refresh otak yang hampir hangus dengan hafalan padez, glagol i tako dalje untuk ujian bahasa level A2 yang baru saya hadapi awal april lalu. Akhirnya, saya memutuskan untuk mengunjungi satu kota kecil yang terletak di bagian barat ibu kota Serbia (Belgrade), Pančevo.

Menghabiskan satu hari saja sudah cukup untuk mengeksplore hal-hal yang menarik dari Pančevo. Kota kecil ini terletak sangat dekat dengan Belgrade, hanya sekitar 30 menit saja dari Pančevački most (jembatan dimana kita menunggu bus selain di stasiun bus kota) untuk mencapai Pančevo dengan bus yang harga tiketnya adalah return ticket 240RSD (pada tahun 2017), sekarang naik menjadi 300RSD.

Bus yang saya naiki adalah bus antar kota, tidak seperti autobus atau trolleybus yang ada di Belgrade, sehingga kartu busplus tidak dapat digunakan untuk membayar bus ini, dan juga pun tidak terpakai di Pančevo. Sekitar 15 menit menunggu, bus yang menuju ke Pančevo pun datang. Sebagai info, ada beberapa option bus antar kota penghubung Belgrade-Pančevo yaitu: ATP (bus dengan warna putih/merah/kuning/abu-abu) atau Stup Vršac (bus dengan warna putih).

Image result for atp beograd pancevo    Image result for stup vrsac

Bus ATP dan Stup Vršac (Imaged by google)

Tidak perlu duduk lama dalam bus, saya pun tiba di Hotel Tamiš. Hotel ini merupakan salah satu hotel tertua di Pančevo yang terletak di sebelah sungai Tamiš, namun sekarang sudah tidak beroperasi lagi. Dari hotel tersebut, saya ditemani teman saya menuju ke tempat pertama, yaitu sebuah Gereja Ortodoks yang terkenal sebagai gereja tertua dan memiliki perbedaan arsitektur. Tidak seperti gereja ortodoks pada umumnya yang saya lihat di Belgrade, gereja ini memiliki 2 tower dan tidak berkubah. Hal ini dikarenakan Pančevo adalah bagian dari Vojvodina yaitu bagian negara Serbia yang pernah dikuasai oleh Austro-Hungaria.

Ini merupakan salah satu hal yang menarik dari Serbia yaitu dalam satu negara kita dapat menjumpai perbedaan arsitektur antara bangunan-bangunan yang terdapat di daerah yang merupakan bekas daerah kekuasaan Turki-Ottoman (Serbia bagian tengah dan selatan) dengan arsitektur bangunan yang berada di daerah bekas jajahan Austro-Hungaria (Serbia bagian utara). Gereja ini dikenal dengan nama “Svetouspenska” atau “the Church of the Assumption of Mother of God”.

Setelah berkunjung ke gereja Ortodoks, kami melanjutkan perjalanan menuju gereja Katolik yang letaknya tidak terlalu jauh. Disepanjang perjalanan, teman saya menceritakan tentang sejarah umat Kristiani di kotanya, serta beberapa sejarah seperti apa itu paskah, apa yang dilakukan umat kristiani di Pančevo dalam menyambut paskah (karena kebetulan saya hanya mengerti sedikit mengenai tradisi dalam merayakan paskah), dan saya juga baru tahu bahwa ada perbedaan dalam merayakan Paskah di Eropa dengan di Afrika setelah saya berbincang-bincang dengan beberapa teman dari Afrika. Seperti tradisi mewarnai telur, di Afrika tidak pernah melakukan hal tersebut, hanya meyambut paskah dengan pergi ke gereja dan berdoa.

Tak beberapa lama berjalan kaki, kami pun sampai di gereja katolik tertua di Pančevo yang bernama “Sveti Karlo Boromejski, Biskup (Rimokatolički župni ured)“. Gereja ini tidak terlalu besar, karena menurut info dari teman saya, di kota ini penganut katolik tidak terlalu banyak (minoritas), sebagian besar umat katolik yang datang di gereja tersebut adalah orang-orang yang sudah tua, orang-orang Hungari dan Kroasia dari dahulu tinggal di Pančevo.

 

This slideshow requires JavaScript.

 

 

This slideshow requires JavaScript.

Disini saya juga mendapat informasi mengenai beberapa hal yang membedakan gereja Ortodoks dengan gereja Katolik yaitu:

  1. Gereja ortodoks : beribadah dengan berdiri (oleh karena itu tidak terdapat bangku, hanya tersedia beberapa bangku bagi para lansia yang sudah tidak mampu berdiri), namun pada Gereja katolik : Terdapat banyak bangku karena umat katolik beribadah duduk terkadang berdiri.
  2. Gereja ortodoks : tidak terdapat patung, hanya lukisan dan gambar, namun pada Gereja katolik : terdapat patung trinity, serta lukisan dan gambar-gambar
  3. Gereja ortodoks : tidak ada organ tunggal (musik instrument), namun pada Gereja katolik: terdapat organ tunggal
  4. Gereja ortodoks : biasanya bagian atas berbentuk kubah seperti masjid, namun pada Gereja katolik : seperti tower yang terdapat pada katedral pada umumnya
  5. Gereja ortodoks : Pendeta biasanya memiliki jenggot dan masih diizinkan untuk menikah dan punya anak, namun pada Gereja katolik : pendeta tidak memiliki jenggot dan todak diperbolehkan untuk menikah dan memiliki anak

Setelah selesai dengan perjalanan mengamati tradisi umat ortodoks dan katolik dalam merayakan paskah di Pančevo, kami melanjutkan perjalanan ke bagian pusat kota ini. Kami memulai ke bagian trg slobode, yaitu sebuah taman dengan pepohonan hijau yang rimbun. Tersambung dengan jalan yang bernama “Trg Kralja Petra” membuat kota ini terkesan kecil, ramah dan indah.

IMG_8321
Taman kota di melewati Kralja Petra Ulica / Jalan Raja Petar

Berjalan menyusuri jalan yang tidak begitu jauh, mulai terlihat anak anak kecil ditemani orang tuanya bermain di taman kota, ada pula yang berlarian mengejar burung merpati yang sedang asik memakan jagung. Bangku kayu taman berderetan di sekeliling area bermain anak dengan warna warni ayunan, perosotan, jungkat jungkit di penuhi keluarga kecil yang sedang menghabiskan waktu libur mereka dengan tawa si buah hati.

Taman kota yang tidak terlalu kecil namun juga tidak terlalu besar, menyediakan macam macam restoran, kafe serta ice cream yang menggugah selera para pencari hiburan di taman tersebut. Pohon rindang sangat indah mamayungi pengunjung taman yang sedang duduk di bangku kafe dan restauran yang sebagian di letakkan outdoor untuk menikmati sayup sayup angin dan hangatnya terik matahari musim semi.

IMG_8324
Tempat berkumpul muda mudi / kegiatan musik

0EDA8603-640D-48A4-87E7-A9BA2D750DE4
Deretan kafe dan restoran di taman kota

Masih di area taman kota, kita dapat melihat adanya bangunan eropa kuno dengan tulisan romawi “IUSTITIA REGNORUM FUNDAMENTUM. MDCCCXXXIII”, jika di translate ke bahasa Inggris adalah Justice is the foundation of the rule. 1833 yang artinya keadilan adalah dasar dari pemerintahan, 1833. Kalimat tersebut dahulu terkenal sebagai motto Kaisar Franz I dari Austria (terkenal sebagai Francis II pada masa kekaisaran romawi). Dulunya bangunan ini merupakan bangunan balai kota hingga pada tahun 1960-an, dan setelah saat itu bangunan itu menjadi sebuah museum kota hingga saat ini.

3A7EBA4E-1104-459C-A3DA-A5EDD9884279
Balai kota yang sekarang telah menjadi museum

Setelah berjalan keluar dari area taman kota, saya menemukan pemandangan yang menarik. Kereta api tua yang masih berdiri kokoh diatas rel nya!. Kereta api ini sudah tidak berfungsi lagi sekitar tahun 1970/1980an , dan sekarang sudah beralih fungsi menjadi Kafe yang menyuguhkan kopi, beraneka jus dan koktail buah yang segar. Harga yang di suguhkan pun tidak terlalu mahal seperti kopi ekspresso dan americano seharga Rp. 15.000 saja dan berbagai koktail buah dengan harga kisaran Rp. 25.000, murah bukan??

IMG_8338
Kafe Kereta

WhatsApp Image 2019-05-21 at 09.26.33
Stasiun kereta api yang lama dan tidak beroperasi lagi

Di seberang jalan kafe kereta ini, terdapat bangunan kecil yang membawa saya teringat akan belanda yang terkenal dengan kincir anginnya. “Ohhh, kita sudah sampai di Belanda!! hahaha”, canda saya. Ternyata bangunan tersebut merupakan sebuah restoran yang bernama “Vetrenjača” (dapat diartikan restoran kincir angin). Langit biru dan angin sepoi serta rimbunan pohon di sekitar restoran membuat perut lapar berkeinginan untuk diisi.

Menu dari restoran tersebut ternyata bukanlah khas negeri belanda, dan simbol kincir angin dari bangunan tersebut pun tidak ada sangkut pautnya dengan Belanda, karena pemilik restoran ini pun adalah orang Serbia. Namun, yang spesial dari restoran ini adalah hidangan yang menjadi saah satu menu favorit saya selama di Serbia yaitu Riblja čorba (Sup Ikan). Saya sangat merekomendasi jika datang ke Pančevo untuk mencicipi menu tersebut di restoran ini.

IMG_8342
Restoran Vetrenjača

Perjalanan berlanjut pada sebuah bangunan kosong tua yang tidak terpakai lagi dengan cerobong asap yang lumayan tinggi. Menurut cerita, bangunan tersebut telah dibangun pada tahun 1722 sebagai sebuah pabrik untuk membuat bir dan merupakan salah satu pabrik yang memproduksi bir terbaik di kota ini. Sebelum tahun 1990an, produksi bir yang dijalankan pemerintah ini berhenti memproduksi bir dan berganti fungsi menjadi pabrik makanan.

Sayangnya, pada tahun 2005 terjadi kebakaran yang tidak diketahui penyebab dan asal percikan api yang menghabiskan seluruh bagian dalam pabrik tersebut meskipun terlihat dari luar jika tembok tersebut masih berdiri kokoh. Penduduk sekitar berasumsi bahwa api tersebut kemungkinan berasal dari percikan api di bagian bawah (basement) bangunan tersebut yang  digunakan untuk menyimpan kayu oleh salah satu perusahaan kayu disana. Hingga saat ini bangunan tersebut tidak lagi digunakan untuk keperluan produksi dan pemerintah memutuskan untuk menjadikan bangunan tersebut menjadi bangunan sejarah di Pančevo.

IMG_8351
Bekas bangunan pabrik bir yang terbakar

Di penghujung jalan, lagi lagi bangunan tua khas eropa dan tidak berpenghuni masih berdiri kokoh membuat saya bertanya lagi, mengapa pemerintah daerah tidak mengembangkan kota ini dengan merenovasi bangunan-bangunan tua dan menjadikannya sebagai museum/arsip negara setidaknya, agar bangunan tersebut dapat terawat dengan baik.

Bangunan ini adalah pabrik sutra yang dibuka pada abad 20, sekitar tahun 1901. Pabrik ini beroperasi hingga tahun 1967 and berubah menjadi pabrik plastik dan karet dibawah naungan perusahaan GIP (Guma i Plastika) hingga tahun 2000-an. Bangunan tersebut tutup dan tidak berpenghuni ketika saya pertama kali mengunjungi kota ini. Namun, info terbaru yang saya dapat bahwa saat ini bangunan tersebut sudah dibeli dan dibangun untuk dijadikan hotel atau semacamnya dan dikelola oleh private company.

97FBB05F-EB03-4C57-9CD7-BB79B069F9B1
Bangunan bekas pabrik sutra

Setelah menjelajahi kota dan berbagai bangunan di kota ini, saat nya saya menikmati bagian dari kota yang menurut saya merupakan bagian terindah dan selalu membuat rindu untuk datang kembali, yaitu sungai Tamiš. Bentangan rumput hijau dengan guratan kuning dari rekahan bunga dandelion di taman tepi sungai mengharmonisasi keriangan hati pecinta alam. Terparkir kapal kapal boat penduduk serta restoran apung dengan berbagai menu sungai serta sajian musik yang membahana kala malam tiba.

Banyak orang yang berjalan dengan teman, keluarga serta hewan peliharaan mereka di tepi sungai Tamiš ini dengan saling menyapa satu sama lain membuat saya terheran apakah se-begitu kecilnya kota ini sehingga orang satu dengan yang lain saling kenal, atau hanya karena tingkat keramahan mereka lebih tinggi dibandingkan di pusat kota besar seperti Belgrade? Yang pasti hawa positif dapat dirasakan di kota Pančevo ini.

12AEEC57-771C-4ED0-9076-D20EDB0EA351
Sungai Tamiš

5D1AE407-D745-4E77-876A-57959ECAAB06
Rumah apung di sungai Tamiš

 

IMG_8353
Salah satu restoran apung di sungai Tamiš

Pančevo menyuguhkan hiburan lain jika jenuh dari kehidupan bising perkotaan. Bergabung memancing dengan warga lokal di sungai Tamiš adalah salah satu solusinya. Menunggu hasil pancingan dengan bercakap cakap dengan para pemancing lain yang sebagian besar tidak muda lagi dapat membuat obrolan menarik dan mengalir tenang bagai aliran sungai ini. Keramahan mereka menyambut wisatawan yang berkunjung ke kota mereka sangat hangat dan tidak membuat canggung.

IMG_8365
Bersantai dengan memancing di sungai

Perjalanan di kota Pančevo ini menjadi istimewa karena ditutup dengan panen hazelnut di salah satu rumah teman saya yang memiliki perkebunan kacang hazel ini. Sejujurnya, ini pertama kali dalam hidup saya melihat pohon hazelnut dan belajar bagaimana memanen kacang tersebut. Selama ini hanya menjadi penggemar hazelnut dalam coklat atau es krim saja tanpa tahu bentuk dan rupa kacang tersebut. Sungguh perjalanan yang menarik!! 🙂

IMG_4640
Panen Hazelnut

IMG_4643
Kacang hazel siap di buka dan dimakan, yey!

NB: All pictures are taken by me, iPhone 5S.

Rindu Seorang Adinda, Lepaskanlah

“Ada hal yang meski kau bersikeras ingin memiliki, ia tidak akan pernah kau miliki. Bukan karena kau tidak pantas, hanya saja dia diciptakan bukan untukmu”

– Boy Candra –

Setiap manusia memiliki keinginan untuk memenuhi semua yang mereka inginkan. Terkadang ada pula manusia yang menghalalkan berbagai cara untuk memenuhi keinginan tersebut. Tapi, yang agak sulit adalah ketika keinginan tersebut bersangkutan dengan hati. Banyak orang bilang, “Apalah arti cinta, jika yang kita cintai tidak melabuhkan hati kembali pada kita?”.

original.gif

Bagiku, cinta adalah anugrah. Dia datang pada siapa saja tanpa diminta, tanpa dicari,  namun juga terkadang secara tiba-tiba datang pada orang yang tidak disangka sangka akan kita labuhkan cinta. Waktu terus bergulir hingga titik dimana kita dipertemukan, candaan yang menumbuhkan perasaan, dan muncul hasrat untuk belajar satu sama lain. Kamu yang begitu asing untuk ku dengan segala hobimu, kesederhanaanmu, makanan kesukaanmu, serta rasa kasih dibalik keacuh-anmu membuat aku makin terjatuh dalam cinta. Begitu pun kamu, dengan senyum hangatmu dan antusiasmu menyambut duniaku.

original (1)

Namun semua berakhir menjadi kekaguman dalam diam.

Sudah sekitar 2 tahun kita berteman baik, seakan aku tahu semua tentang dirimu, kegiatanmu, keluarga mu, namun nyatanya tidak. Aku keliru. Tenyata aku hanyalah seorang Adinda yang merindu. Sungguh sangat menyesakkan ketika rindu yang ada dalam hati ku ternyata tercipta hanya sebelah bukan sepasang. Menyakitkan memang, tapi aku menikmati rasa ini dan hal ini membuat aku menjadi wanita yang kuat dan semakin kuat tiap detiknya.

Aku bukan wanita yang mudah menjatuhkan hati pada lelaki, namun ketika hati ini telah jatuh pada seseorang, maka tidak pernah ada jawaban akan alasan mengapa ia mencinta. Yang kutahu hanyalah cinta itu tulus dan tidak menuntut, terlepas dari apakah orang yang aku cintai dapat dimiliki atau tidak.

“Show me that good things come to those who wait”

Wanita ditakdirkan untuk menunggu. Apakah itu benar? Jika Ya, memang sudah seharusnya aku bersabar untukmu. Harus tersenyum meski bahagiamu bukan denganku, dan hanya menatap ketika senyummu  untuk yang lain.  Tapi kau tau, aku masih menunggu. Yang bersetia akan selalu menjaga apa yang ia punya, dan yang ku punya hanya cinta tulus, itu yang akan aku jaga.

Menjaga ketulusan cinta bagiku adalah menjaga harga diriku sebagai wanita yang tidak mengganggu hubunganmu dengan dirinya. Dengan kamu memilih dia, sudah menunjukkan padaku bahwa kau bahagia dengannya, dialah yang selalu kau sebut namanya dalam doamu tiap malam bukan namaku. Sekeras apapun aku memintamu pada Tuhanku, merengek seperti seorang anak kecil, bukan berarti Dia tidak menyayangiku karena aku tak mendapatkanmu. Mungkin saja Dia telah mempersiapkan seseorang yang lebih pantas untukku, lebih sabar menghadapi kemanjaanku dan terkadang keegoisanku.

tumblr_static_tumblr_static_a94kua08ja8g4g8wo4ko00844_640

Pada titik ini, aku memutuskan untuk melepaskanmu, berbahagialah dengannya dan doakan aku akan mendapatkan kebahagiaanku. Tidak akan ada Adinda yang yang menunggumu dalam rindu dengan hembusan angin ringan musim semi. Adindamu akan menikmati musim semi dengan senyum di sudut bibir mengamati bermekarannya bunga seindah ringan hidupnya tanpa pikiran tentangmu. Maafkan dia, bukan dia tidak lagi mencintaimu, bukan dia putus asa dalam memperjuangkanmu, namun hanya dia tersadar bahwa berjuang sendiri itu melelahkan .

“Lepaskanlah. Maka besok lusa, jika dia cinta sejatimu, dia pasti akan kembali dengan cara mengagumkan. Ada saja takdir hebat yang tercipta untuk kita. Jika dia tidak kembali, maka sederhana jadinya, itu bukan cinta sejatimu. Hei, kisah-kisah cinta di dalam buku itu, di dongeng-dongeng cinta, atau hikayat orang tua, itu semua ada penulisnya.
Tetapi kisah cinta kau, siapa penulisnya? Allah. Penulisnya adalah pemilik cerita paling sempurna di muka bumi. Tidakkah sedikit saja kau mau meyakini bahwa kisah kau pastilah yang terbaik yang dituliskan.”

Tere Liye, Rindu

Ditulis untuk kamu yang jauh disana.

Puspita Anggraini
Awal musim semi
Belgrade, Serbia

 

 

Pesona Istanbul, perpaduan keindahan Asia dan Eropa yang membuat jatuh hati

Traveling

keeps me humble because every time I step foot in new place, I am no one once again.

Malam indah itu pertama kalinya kaki ini menginjak tanah Ottoman, 29 Agustus 2017. Udara hangat Istanbul serta wajah-wajah khas Turki menyambut di pintu kedatangan Bandara Internasional Atatürk Istanbul dengan membawa tulisan nama wisatawan. Adapula yang berdiri tampan dengan membawa bouquet bunga (for sure bukan driver taksi bandara yang nanya “neng mau diantar ke hati abang?” :D). Mashaallah, keinginan untuk merasakan hari besar Idul Adha di negara yang menyimpan sejarah kebesaran Islam pada masa kejayaan akan terwujud. Kami menuju hostel yang terletak di area Beyoğlu, dekat dengan Taksim Square. Perjalanan dari bandara menuju daerah tersebut memakan  waktu sekitar 1 jam menggunakan Metro.

IMG_4298
Taksim Square

Taksim Square, tempat pertama di Turki yang saya tahu setelah Bandara Atatürk. Kesan pertama saya di area tersebut adalah RAMAI. Ya, tentu saja usut punya usut ternyata kawasan Taksim adalah kawasan Istanbul bagian Eropa yang paling modern dan hype untuk anak muda Istanbul. Bukan hanya itu, kawasan ini juga tersambung dengan Istiklal street yang merupakan pusat keramaian serta belanja para wisatawan. Tidak heran jika kawasan ini terkenal sebagai “The heart of the city” karena memang selalu ramai baik siang maupun malam. Istiklal street sendiri memiliki panjang sekitar 1.4 kilometer yang penuh dengan berbagai restaurant, kafe, hiburan musik, toko pernak pernik, hingga toko dengan brand terkenal -> sebut saja ZARA, ADIDAS, CENTRO beserta sepupu lainnya.

unnamed.jpg
Istiklal street/avenue

Jatuh cinta pada kota Istanbul bukanlah hal yang sulit karena memang di setiap jejak langkah menyimpan bayangan sejarah serta beragam karya seni di setiap sudut kotanya. Sebagai penghubung 2 benua yaitu Asia dan Eropa, sejak dulu kota ini telah menjadi pusat peradaban dan kebudayaan. Tidak berlebihan jika seorang jendral besar panglima perang Perancis yang sangat terkenal, Napoleon Bonaparte pernah menggambarkan Istanbul karena letaknya yang strategis dengan kalimat fenomenal “Jika di dunia hanya terdapat satu negara, maka ibukotanya adalah Istanbul”. That’s cool man! 😀

Banyak wisatawan yang tertarik akan sejarah dari kota Istanbul, namun tidak sedikit yang berkunjung ke Istanbul untuk menjelajahi keunikan arsitektur bangunan, kuliner, museum, galeri, mode fashion serta tempat-tempat wisata di seluruh penjuru kota. Untuk kuliner, kita dapat dengan mudah menemukan makanan halal di toko-toko  pinggir jalan mulai dari doner kebap, sis kebap, börek, kokoreç, simit, baklava, lokum, hingga dondurma (es krim turki yang teksturnya sangat lengket). Di hostel tempat saya menginap, juga disediakan sarapan ala Turki (yang menurut saya healthy tapi kurang nendang di perut orang Indonesia), yang isinya sayur-sayuran, roti, kentang, keju, telur dan berbagai saus dari buah atau biji.

unnamed (1)
Sarapan ala Turki

Moda transportasi di Istanbul juga tidak terlalu rumit dan transportasi umumnya lebih teratur dan sistematis sehingga tidak menyusahkan traveler yang baru pertama kali berkunjung kesana. Setibanya di bandara, lebih baik membeli Istanbul Card dan mengisinya di mesin yang dapat ditemui di stasiun tram ataupun metro karena kartu ini sangat berguna untuk kehidupan kemaslahatan warga Istanbul dan juga para traveler, bahkan untuk masuk toilet pun tidak luput akan kebutuhan kartu tersebut. Sedikit saran yang dapat membantu traveling di Istanbul, sebelum datang lebih baik untuk mendownload peta Istanbul yang dilengkapi dengan petunjuk transportasi di link ini Accessibility Map untuk membantu memilih transport yang mudah dan cepat sampai tujuan. Namun, jika jarak antar satu tempat wisata dengan tempat wisata yang lain tidak begitu jauh, tidak ada salahnya untuk berjalan kaki sambil menikmati udara kota Istanbul.

istanbulkart-1-e1502985099991
Istanbul Card

Selesai dengan urusan moda transportasi, mari beralih ke pembahasan mengenai tempat wisata. Bagi pecinta sejarah dan museum, tips untuk menghemat biaya tiket masuk museum adalah dengan membeli Museum pass / Müzekart sesuai dengan paket museum dan validasi kartu yang telah ditentukan. Saya menggunakan Museum pass yang saya beli seharga 85TL dengan masa berlaku 120 jam (5 hari) sejak kunjungan pertama museum. Kartu ini bisa digunakan untuk memasuki 12 museum yang telah ditentukan, untuk info lengkapnya dapat dibaca di link ini Müzekart Istanbul.

museumpass
Museum Pass / Müzekart

Kartu ini mempermudah kunjungan saya di tiap museum karena tidak perlu antri lagi untuk membeli karcis masuk yang biasanya penuh dengan pengunjung, hanya tinggal tap di mesin yang telah disediakan. Kalau istilah jaman sekarang adalah “fast track”. Selain itu juga, kartu ini dapat menjadi penyelamat kita dari orang-orang yang menawarkan jalur cepat plus touring guide dengan biaya yang membuat tipis kantong mahasiswa.

Perjalanan di Istanbul saya awali dengan menyusuri Istiklal street menuju arah Galata tower dengan berjalan kaki. Sambil menikmati udara segar pagi, tidak membosankan untuk berjalan di daerah tersebut meskipun beberapa toko belum buka. Di tengah perjalanan, saya melihat banyak wisatawan yang masuk untuk mengunjungi sebuah gereja yang letaknya di pinggir kiri jalan.

IMG_3635.JPG
Gereja St. Anthony

Karena bentuknya yang berbeda dengan gereja umumnya di Belgrade, saya pun penasaran untuk memasuki gereja tersebut. Gereja St. Anthony atau yang dikenal di Turki sebagai Saint Antuan Kilisesi adalah gereja roman katolik terbesar di Istanbul. Gereja ini dibangun sebagai tempat beribadah komunitas Italia yang tinggal di Istanbul.

unnamed (2)
Bagian dalam gereja bergaya Itali neo-gothic 

Dari bagian depan, bangunan ini terlihat seperti dibentuk dari tumpukan bata merah yang tersusun rapi. Menurut beberapa sumber, gereja ini dibangun pada tahun 1725. Pada awal abad ke-20, sempat dihancurkan karena adanya pembangunan jalan tramvaj, namun gereja tersebut dibangun kembali dan diselesaikan oleh arsiteknya Giuliu Mongeri pada tahun 1912 dengan gaya neo-Gothic dan Tuscan-Lombard Italia.

unnamed (3)

unnamed (4)
Bagian dalam gereja St. Anthony

Ini bukan kali pertama saya mengunjungi gereja, karena gereja pertama yang saya kunjungi adalah gereja kristen ortodoks terbesar di Serbia, dan dari beberapa kunjungan tersebut saya dapat membedakan perbedaan tempat ibadah kristen, antara gereja katolik, protestan dan kristen ortodoks. Well lagi, sedikit ilmu tentang agama lain yang bisa didapat ketika traveling, dan membuat saya makin teguh dalam memegang keimanan saya tanpa harus menghilangkan aspek toleransi antar umat beragama.

unnamed (5)

Setelah itu, penyusuran Istiklal street masih berlanjut sampai kaki ini berhenti ketika melihat papan besar tertulis “T.C. Galata Mevlevihanesi Müzesi” (Museum Galata Mevlevi), dari sini perjalanan mempelajari sejarah islam pun dimulai. Cerita selanjutnya akan saya lanjutkan di tulisan berikutnya, so stay tuned!

Puspita Anggraini
30 Agustus 2017
Istanbul, Turki

Northern Serbia, Novi Sad

I can smell the espresso before we’re inside. My mouth waters as the scents of pasta and powdered parmesan cheese on the pizza. OMG!! I am addicted to pasta and cheese.

Jam menunjukkan waktunya untuk mengisi perut yang sudah mulai kerocongan dan kami memutuskan untuk memilih salah satu restoran pasta di sekitar Centrum Novi Sad. Sambil menunggu makanan yang kami pesan datang, kami berbincang mengenai banyak hal. Perihal pengalaman, kuliah dan masa depan. Hal yang menjadi petuah penting dari Kak Sabriana (Salah satu senior di Universitas Belgrade) adalah “Pelajari lah bidang yang benar-benar membuat kita tertarik untuk mendalaminya, yang ketika kita berbicara tentang hal tersebut kita akan merasa sangat ingin tahu, dan tidak pernah merasa bosan untuk terus mengulang dan mempelajari hal yang baru dari bidang tersebut, meskipun bidang tersebut dicap “aneh” oleh sebagian orang”. WELL NOTED!

Sekitar 3 jam kami berbincang dan menikmati makan siang, kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan kami di Novi Sad. Tempat yang kami kunjungi selanjutnya adalah Centrum (pusat kota). Cuaca sangat cerah, dan langit Novi Sad kala itu bersih dan bersinar. Udara di awal musim semi disertai dengan tiupan angin sangat cocok dinikmati dengan senyuman matahari yang terik dan menghangatkan. Kami menuju Trg Slobode (Freedom Square), dimana kami bisa melihat Gradska Kuća, Hotel Vojvodina, dan Gereja Katolik Mary.

Gradska Kuća atau yang sering kita kenal sebagai Balai kota ini terletak di pusat kota Novi Sad. Bangunan bergaya khas Neo-Renaissance ini dibangun pada tahun 1895 oleh arsitek György Molnár dibantu oleh pematung Julija Anika dan pelukis Pavel Ruzicka. Bangunan ini didirikan pada saat walikota Novi Sad adalah seorang pengacara terkenal yang bernama Stevan Popović.

IMG_4509
Gradska kuća

Di sebelah kanan Gradska Kuća, terletak bangunan tua yang bersejarah yaitu Hotel Vojvodina. Hotel ini dibangun pertama kali pada tahun 1886 dengan nama Hotel Rozsa, namun sekitar tahun 1918 hotel tersebut berganti nama menjadi Vojvodina yang merupakan hotel terbaik pada zaman itu. Hingga sekarang hotel tersebut masih digunakan untuk menginap para wisatawan dan masih terlihat kokoh.

IMG_4511.JPG
Hotel Vojvodina terletak di belakang kami

Lain halnya dengan Gereja yang terletak berhadapan dengan Gradska Kuća. “The Name of Mary Church” menyita pandangan saya sesaat karena gereja ini sangat berbeda bentuknya dengan gereja yang saya jumpai di Beograd sebelumnya. Gereja yang ada di Beograd sebagian besar berbentuk seperti kubah masjid adalah gereja untuk umat Kristen Ortodox, namun Mary Church adalah gereja untuk Kristen Katolik yang bentuknya mirip seperti gereja Katedral yang ada di Jakarta (Depan Masjid Istiqlal).

Gereja Mary awalnya adalah sebuah gereja katolik Romawi Kuno yang kemudian rusak selama Revolusi tahun 1848. Kemudian gereja ini tidak dipulihkan dengan benar, sehingga umat Katolik di Novi Sad memutuskan untuk membangun ulang gereja tersebut seperti baru. Akhirnya, pengerjaan gereja ini selesai di akhir abad ke-19, yaitu sekitar tahun 1894 oleh seorang arsitek yang bernama Georg Molnar dan gereja ini merupakan gereja tertinggi di wilayah Bačka hingga saat ini.

3B32EEB9-A583-42F6-9F63-9DC1927977AA.jpg
Roman Catholic Mary Church

Kami masuk ke dalam gereja tersebut, dan ini merupakan kali pertama bagi saya untuk memasuki gereja katolik. Sebelumnya saya pernah masuk ke Hram Svetog Save di Belgrade, yang merupakan gereja Kristen Ortodox terbesar di Eropa. Merupakan pengalaman yang tidak terlupakan untuk hanya sekedar duduk dan merenung menikmati keheningan gereja tersebut. Melihat beberapa umat kristen yang sedang berdoa kala itu, tidak terlalu ramai. Betapa kita sangat berbeda, nyatanya kita dicipta oleh satu Tuhan yang sama.

Sekitar 15 menit didalam gereja, kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan ke taman yang terletak dekat dengan centrum yaitu Dunavski park. Sekedar menghirup udara segar serta melihat bunga-bunga yang mulai bermekaran menyambut musim semi di Novi Sad. Menikmati keteduhan bangku taman sambil memandangi anak-anak yang bermain dengan teman sebaya-nya, sesekali menyunggingkan senyum untuk beberapa keluarga kecil yang menghabiskan libur weekendnya bersama.

IMG_4704.JPG
Dunavski Park

IMG_7978.JPG
Let me snap you!

IMG_7962.JPG
Danau di tengah Dunavski Park

Dunavski park ini lumayan luas, dan banyak penduduk sekitar yang menghabiskan waktu di sini. Banyak pohon rindang serta bunga yang warna-warni. Di bagian dekat dengan danau, saya menemukan sebuah spomenik Đure Jakšića yang pernah saya temukan juga di Skadarlija, Belgrade (sama persis). Georgije “Đura” Jakšić adalah seorang penulis puisi serta pelukis terkenal di Serbia. Beliau banyak membuat tulisan-tulisan yang dramatis, serta romantis.

IMG_4798.JPG
Spomenik Đure Jakšića

Setelah puas mengelilingi taman, kami memutuskan untuk berjalan hingga stasiun kereta dan kembali ke Beograd sebelum terlalu malam. Kami membeli popcorn dan minuman di pinggir jalan untuk mengisi canda-tawa cerita ketika perjalanan menuju ke stasiun. Di tengah perjalanan, kami menemukan Synagogue, yaitu tempat ibadah umat Yahudi. Sekali lagi, kesempatan ini adalah pertama kalinya bagi saya untuk melihat Synagogue serta masuk ke dalam bagian bangunan tersebut.

Novi Sad Synagogue adalah salah satu lembaga budaya yang terletak di Jevrejska (Jewish) Street di pusat kota Novi Sad dan bangunan ini diakui sebagai bangunan bersejarah di Serbia. Bangunan ini didirikan sejak abad ke-18 yang merupakan proyek besar umat yahudi yang sebagian besar tinggal di Novi Sad. Pembangunan dimulai pada tahun 1905 dan selesai pada tahun 1909. Synagogue ini telah digunakan sebagai rumah ibadah umat Yahudi, namun beberapa tahun belakangan bangunan ini tidak digunakan lagi sebagai upacara keagamaan, hanya digunakan untuk beberapa konser dan acara budaya.

IMG_4832.JPG
Novi Sad Synagogue

IMG_4848.JPG
Bagian dalam Synagogue yang dijadikan tempat konser dan acara budaya

 

Kami dipersilahkan untuk melihat peninggalan-peninggalan umat Yahudi sebelumnya, seperti kitab yang mereka baca, topi (kopiah) yang mereka pakai ketika ibadah dan beberapa benda antik lainnya. Bangunan ini sangat sepi, hanya ada 2 pemuda yang sedang merapikan kursi panggung untuk persiapan konser yang akan datang serta 2 lelaki tua yang bertugas untuk menjaga Synagogue dan terkadang menjadi guide yang menjelaskan tentang bangunan ini jika diperlukan.

IMG_8007
Senja di Stasiun Novi Sad

Setelah selesai mengunjungi semua bangunan bersejarah di Novi Sad, kami melanjutkan perjalanan menuju stasiun dan menunggu kereta yang menuju Belgrade. Udara mulai dingin dan menusuk tulang ketika kami sedang menunggu kereta di peron. Hangat senja melambai mengucapkan selamat tinggal untuk Novi Sad dan berharap akan ada cerita dan kunjungan selanjutnya ke kota indah, Novi Sad. Sampai Jumpa!!! 🙂

Puspita Anggraini
26 Maret 2017
Novi Sad, Serbia

A Little Charming City, Novi Sad

“Ići će u Nis, to će ići u Novi Sad!” jawab seorang laki-laki paruh baya ketika kami baru saja memasuki peron stasiun dan bertanya mana kereta yang menuju ke Novi Sad. Aksen Serbianya yang kental dan keramahannya  menjelaskan bahwa kereta yang menuju Novi Sad ada di peron seberang dan akan berangkat dalam waktu 10 menit. Secepat kilat kami berlari untuk mengejar kereta hingga kami tak perlu harus menunggu kereta berikutnya. Sebagai informasi, kereta yang kami tumpangi untuk ke Novi Sad adalah kereta yang tujuan akhirnya adalah Vienna, dan karena Novi Sad melewati jalur yang sama, maka kami membeli tiket jalur tersebut dan turun di stasiun Novi Sad. Harga tiket untuk PP Belgrade – Novi Sad adalah 780rsd, sedikit lebih mahal dibandingkan hari kerja yang harganya sekitar 600rsd.

IMG_7973.JPG
Kereta Belgrade – Novi Sad

Setelah memasuki kereta, saya duduk rapi dan menikmati kereta ala “Eropa” yang baru pertama kali saya naiki. Tidak lama kemudian berangkatlah kami menuju pemberhentian pertama yaitu Novi Sad. Memang, saya dan teman-teman merencanakan untuk mengunjungi Novi Sad hanya seminggu sebelum hari keberangkatan, tanpa persiapan apapun. Berniat berangkat di hari minggu pagi hari dan kembali pada sore hari, karena hari berikutnya kami harus kembali lagi dengan kesibukan kursus bahasa serbia yang akan mendekati Ujian Level A2.

Pertualangan pun dimulai. Tidak perlu duduk lama di kereta untuk mengunjungi Novi Sad, hanya 1,5 jam waktu yang kami tempuh Belgrade – Novi Sad, sampai lah di Stasiun Novi Sad. Hembusan angin awal musim semi segera menyambut ketika kami keluar dari kereta seakan menawarkan kesejukan kota terbesar ke-2 di Serbia ini setelah Belgrade. Tak lupa kami menyapa petugas yang berdiri di peron yang mengamati tiap penumpang yang turun. “Dobro Jutro!”, Selamat Pagi 🙂 sapa kami, seiring jam masih menunjukkan pukul 09.00 pagi.

IMG_4315.JPG
Navira, Saya, Anis, dan Anita di Stasiun Novi Sad

Sesampainya di Novi Sad, tujuan pertama kami adalah The Old Petrovaradin Fortress. Untuk menuju ke wilayah Petrovaradin, kami berjalan tidak terlalu jauh dari stasiun untuk menemukan halte bus yang menuju ke sana. Setelah sampai di halte bus tersebut, kami dapat melihat jadwal serta nomor bus untuk menuju ke benteng tersebut. Hal ini yang membuat saya suka untuk traveling di wilayah eropa, yaitu petunjuk bus dan jalan yang mudah di pahami serta ketepatan waktu bus/kereta yang tidak pernah telat.

Bus untuk menuju ke Petrovaradin adalah Bus nomor 3, yang tiba tiap 15 menit sekali. Itu artinya kami tidak perlu menunggu lama untuk menahan dingin nya udara di halte. Berbeda dengan Belgrade yang menggunakan kartu Bus Plus untuk menaiki alat transportasi seperti Autobus, Trolleybus, dan Tramvay, sistem transportasi di Novi Sad mengharuskan kami bayar langsung di supirnya. Yeap, mereka tidak punya ‘kenek/konduktor bus’ yang sering kami jumpai di angkutan publik Indonesia untuk mengumpulkan uang dari ongkos penumpang. Jadi, ketika kami masuk bus maka langsung bayar ke supir dan dipersilahkan masuk :). Ongkos dari halte dekat stasiun kereta ke Petrovaradin adalah 55rsd.

Sekitar 15 menit waktu yang kami tempuh untuk sampai di Petrovaradin Fortress. Ini adalah sebuah benteng tua yang bersejarah yang terletak di wilayah Petrovaradin, di tepi sungai Danube. Benteng bersejarah ini sebagai bukti pertempuran yang berlangsung pada 5 Agustus 1716 antara tentara kekaisaran Austria yang di pimpin oleh Pangeran Eugene dengan angkatan bersenjata Ottoman (Turki) yang dipimpin oleh Silahdar Damat Ali Pasha. Namun akhir-akhir ini, Benteng Petrovaradin terkenal di kalangan anak muda karena dijadikan tempat acara “EXIT FESTIVAL”, yaitu festival musik di musim panas yang merupakan salah satu festival musik terbaik dan terbesar di Eropa, sehingga ketika acara tersebut diadakan, maka Benteng akan penuh dengan anak muda dari seluruh Eropa.

Untuk sampai ke bagian atas, kami melewati beberapa anak tangga yang terbuat dari bebatuan serta beberapa kali melewati lorong berbatu yang terlihat sangat tua namun kokoh. Bangunan ini sangat indah dengan arsitektur gaya eropa yang tidak direkontruksi ulang membawa efek damai dalam hati. Menikmati pemandangan indah atap rumah, anak tangga, bunga – bunga yang baru bermekaran senang menyambut musim semi, serta beberapa wisatawan yang menyapa ketika saling bertatapan menghilangkan rasa lelah menapaki anak tangga. Dengan sesekali mengabadikan moment indah di sebuah bangunan yang termasuk bersejarah dalam peradaban Eropa.

IMG_4402.JPG
Tangga menuju bagian atas Benteng

Di benteng ini, terdapat sebuah Tower jam dinding yang merupakan titik tertinggi dari benteng. Tower ini yang mengingatkan saya pada Jam Gadang di Padang, Indonesia (meskipun saya sendiri belum pernah ke Padang untuk lihat jam besar tersebut secara langsung :D). Wilayah Petrovaradin memang merupakan wilayah dataran tinggi, sehingga ketika kami sampai di bagian atas benteng, kami dapat melihat pemandangan kota Novi Sad, atap rumah dan gereja-gereja katolik.

Selain pemandangan kota Novi Sad, kami dapat melihat bentangan jembatan yang melintasi sungai danube yang tak kalah indah. Danube sendiri adalah sungai kedua terpanjang di Eropa setelah Volga, dan diklasifikasikan sebagai jalur air internasional. Secara keseluruhan terdapat sepuluh negara yang dilaluinya, yaitu Austria, Bulgaria, Kroasia, Jerman, Hungaria, Moldavia, Slowakia, Rumania, Ukraina, dan Serbia. Karena musim semi, dan udara masih agak dingin disertai angin maka tidak terlalu banyak wisatawan yang berkunjung kesana.

IMG_4428.JPG
Pemandangan dari bagian atas benteng

IMG_4449.JPG
Nice clock tower, Nice eyes, Nice tree and Nice girls!!!  ❤

Di bagian atas benteng terdapat restoran, kafe serta sebuah ruangan yang memajang karya seni interior seperti lukisan, sketsa, dan foto-foto mulai dari yang modern hingga yang terkesan tua, yang bermakna konkrit maupun abstrak. Tidak perlu merogoh kantong untuk masuk ke dalam benteng ataupun kedalam ruangan dengan desain interior tersebut. Beberapa souvenir dipajang untuk menarik hati para wisatawan.

5D3FE527-DFFD-4880-8673-6F0E193918A8.jpg
Ruangan pameran foto dan lukisan

w.jpg
Souvenir, Ticket Belgrade – Novi Sad, & Perangko

Setelah puas menikmati keindahan Petrovaradin Fortress, rasa lapar yang tidak bersahabat membuat kami memutuskan untuk mencari restoran di sekitar Centrum, karena disana memungkinan untuk dapat restoran yang menyediakan menu Halal dan destinasi kami selanjutnya adalah mengunjungi berbagai tempat menarik di pusat kota Novi Sad.

  Next Part 2 —–> Northern Serbia, Novi Sad

Puspita Anggraini
26 Maret 2017
Novi Sad, Serbia

Good Bye, 23!

” I believe that whatever comes at a particular time is a blessing from Allah”

6a30efe8-74d6-4bd1-9c73-cc2fb2772ee5

Inilah saya, seorang wanita yang lebih suka memendam rasa namun selalu menguntai indah dalam harapan. Pepatah dalam hidup saya setelah mengarungi laut lepas dengan perahu harapan selama 23 tahun adalah terus lah berlayar untuk menemukan kebaikan. Titiplah salam pada ombak yang datang menyapa serta gelombang manis yang seakan akan datang mengoyak jiwa. Pada akhirnya mereka pun memahami bahwa sudah lama diri ini merindu bibir pantai dengan penuh kedamaian.

Malam ini di ujung usia ke-23, tidak ada yang spesial untuk ditunggu seperti tahun-tahun sebelumnya dalam menyambut angka baru. Age is just a number and also expectations. Banyak hal yang belum saya capai di usia yang hampir seperempat abad ini, yang sepertinya akan menjadi tantangan tersendiri di tahun berikutnya. Hal yang selalu saya harus pahami adalah terkadang sesuatu yang sangat kita inginkan tidak dapat kita miliki, namun teruslah percaya bahwa yang terbaik akan datang di waktu yang tepat atau digantikan yang lebih baik.

Di usia yang akan bertambah dalam waktu 2 jam lagi, saya menikmati malam ini di atas kasur serta di tumpu dengan selimut, laptop, dan teddy bear yang selalu diam dalam mendengar keluh kesah tiap malam tiba. Teringat memori ketika remaja, saya berharap akan menikah di usia 23 tahun serta memiliki anak pertama di usia 25 dan bahagia dengan panggilan ibu muda. Memiliki hari-hari bahagia dengan keluarga kecil yang sederhana hari itu dan usia seterusnya. Namun, ekspektasi tersebut tak seiring berjalan dengan kenyataan. Saya masih menikmati kesendirian dan sibuk memperbaiki diri dengan menata masa depan.

Di usia yang telah menemani setahun ini, saya akan meninggalkannya dengan usia baru dan harapan baru. Besok, saat bangun pagi, angka-angka akan berganti. Tak seperti tahun sebelumnya dimana saya selalu berharap kado terindah datang tiap tahunnya, tahun ini saya lebih menikmati kejutan. Yang paling menyakitkan besok adalah ulang tahun pertama yang harus saya rasakan jauh dari keluarga. Tapi harapan didepan mata harus tetap diraih, mimpi tetap harus di kejar. Rasa syukur pun harus lebih banyak terukir dalam doa di sepertiga malam.

Esok adalah hari baru dan tantangan baru. Menjadi wanita yang lebih baik dan lebih berguna untuk diri sendiri, orang lain serta agama. Lebih banyak bersyukur akan nikmat Allah yang tiada putus. Lebih menikmati hidup tanpa banyak mengeluh serta membawa aura positif untuk dunia sekitar. Jangan lupa ucap syukur dan tersenyum ketika membuka mata tiap paginya dan selalu excited dengan tantangan tiap harinya. Jadikan hidup sebagai jembatan untuk meraih ridho-Nya.

Selamat datang 24! 🙂

Puspita Anggraini
29 Januari 2016
Avala, Belgrade

 

Malin Kundang (Indonesian Folktale 1)

Far, far away, on the coast of Western Sumatra near the mouth of the Batang Arau River, there is a large gray rock. It looks like any rock anywhere, but the people in the nearby fishing villages approach it with great awe, and not a little fear, and they bring their children to it to tell them its story. For the rock was once a ship–the ship of a fisherman’s son from their own neighbourhood, who sinned against his mother and was thus punished for his evil deed.

1306435Air-Manis-dan-Batu-Malin-Kundang-1-780x390.jpg

Here the story begins….

Most of the inhabitants of the village were poor. They made their living only by fishing; farming they did not know. One of the families, poorer than the rest, had one boy named Malin Kundang. Because he was their only son, they loved him more than was good for him, and they spoiled him, and as is so often the case, instead of returning their love and goodness to him, he became lazy and selfish and naughty, and a burden to them.

One morning, as Malin Kundang’s mother sat in their small cottage weaving cloth, Malin Kundang, as always looking for mischief, stole up quietly behind her and quickly grabbed her spool. He was about to run away with it when he fell, and the sharp point of the bobbin pierced his forehead just above the eyebrow. Weeping loudly, he ran back to his mother, who cleaned and bandaged his wound without delay and comforted her naughty child. The wound healed quickly, but it left a large scar.

One day Malin Kundang’s father heard that there was a ship at the delta whose captain was looking for additions to his crew. Malin Kundang was growing up, and his father, thinking only of his son’s good and his future, asked him whether he would like to sail. Yes, he would, said Malin Kundang. It seemed to him an excellent idea; he would go far away, to distant lands, to all the world.

And so he left his parents, and the village where he had grown up, and joined the crew of the large ship his father had told him about. His parents took leave of him with great sadness. In spite of his bad behavior he was still their only son, and they would now be alone again.

As was to be expected, no news came to the parents of their sailor son. Years passed; the father died, and Malin Kundang’s mother lived by herself–a lonely, poverty-stricken old women, whose one hope in the miserable world in which she lived, was to have some word from her son before her own life-span was ended.

Meanwhile, what of the son? He was in luck, Malin Kundang, this son of poor fisherfolk. The days of his apprenticeship as a common sailor were far behind. Not only was he a captain of ship; he was the owner of a fleet of merchant ships as well. Ships, houses, jewels, all the world’s goods he desired were his–and so he lived, adding to his possessions and to his wealth as he sailed from country to country, a prosperous, successful merchant and shipowner. Forgotten were the days of his youth, his parents, their love and kindness toward him. The traits of his boyhood, selfishness, indifference to the welfare of others, conceit–they were all emphasized as he had grown to man’s estate. Tall and straight he had grown–a handsome captain indeed–but the straight-ness was of pride and the bearing of the head showed conceit and superciliousness. This was Malin Kundang.

 

MalinKundang.png
Malin Kundang was grown up

One day the villagers of the delta town of Batang Arau saw a large handsome ship, a foreign ship, in their small harbor. One whispered to another, and this one to again another, that the tall man standing on deck was none other than Malin Kundang. It had been years and years since Malin Kundang had left the village as a young boy, and it was now a grown man they saw, a bold and dashing figure, elegantly dressed. But the older folk knew him by the scar above his eyebrow. They remembered.

The news spread fast. an old man hurried to the home of Malin Kundang’s mother, and panting in his haste to tell her, he cried, “Old Mother, old Mother, your son has returned. He is the captain of a splendid ship that has dropped anchor in the harbor. He is a great man now–a rich man. They say it is his own ship. Come, Old Mother, and see. Come and see!”

Malin Kundang’s mother could hardly believe the news. The tears rushed to her eyes and streamed down her wrinkle face. Quickly she fetched a basket, filled it with rice, and left the house with the old man.

The ship was splendid indeed. Never before had the village been privileged to receive such a ship in its humble harbor. The spectators were there in throngs, admiring the vessel from stem to stern; the wood of its main mast; its billowing white sails. It was a great event, a great day!

Malin Kundang’s mother saw nothing of this. The hope of years of waiting was to be fulfilled. She was to see her child, her son again, and she thought of nothing else. She pushed through the crowd and asked where the captain was. One of them pointed to all man, dashing in his white uniform. The old woman quickly ascended the plank to the deck, and recognizing the tall figure as her own son, without hesitation she ran to him and embraced him.

Malin Kundang redownload.jpgcognized his mother too. But Malin Kundang was a captain and a shipowner, a man of affluence. This was a poor old woman bearing a basket of rice–the poorest of fisherwomen, illclothed and unclean, not fit to be acknowledged as the mother of Malin Kundang. In strong harsh tones he ordered one of his crew to take her away. “Why has this old woman come to my ship?” he asked roughly. “Take her away. Tell her, her son is not here”.

But Malin Kundang’s mother was not sad nor discouraged by her son’s behavior. The next day she returned. Today he would receive her. Yesterday he had not recognized her. It had been so long. But again Malin Kundang ordered her taken away.

A third time Malin Kundang’s mother tried to meet her son, and this time Malin Kundang himself ordered her to leave the ship. “What do you want of me, old woman”, he shouted. “I do not know you”.

The frail body of Malin Kundang’s mother looked as though it would crumple. Desperately she looked up at the arrogant man who was her son. then, as though strength were suddenly given her, se straightened up, looked boldly into the eyes of Malin Kundang, and then, lifting both hands, one on each side of her head, her eyes closed, she said with a last great effort, “Oh, God, punish him as Thou seest fit. He is my son, but he is wicked man”. And with one last fierce glance at Malin Kundang, she turned away.

The next day Malin Kundang left the Batau Arau delta, and not long after he had reached the open sea, sailed straight into a hurricane. Malin Kundang standing on deck, saw the huge terrifying waves rolling towards his ship, and heard the roar of the wind as though water and wind were raging at him for his evil deeds. In this moment of peril, he thought of his mother, and from the depths of his being he felt his sin and his wickedness toward her. Amidst the screaming of the wind and the thunder of the waves, he fell upon his knees. “Mother”, he cried. “My Mother! Forgive me. I have sinned against you. Forgive me!”

But this time there was no forgiveness. The fury of the wind increased. The waves crashed against the sides of the ship, which began to rock and sway. The mast cracked and fell. The sturdy ship that not long ago had shown itself off at the harbor of Batang Arau was now no more than a coconut husk, flung first to the right, the to the left.

Malin Kundang and his crew screamed for help, but in vain. In very short time the ship sank, and a huge wave flung it up on the beach. But there was nothing in its appearance to indicate that it had once been a ship. All that could be seen was a large gray rock–and to this day it is there, a reminder to all who hear its story of Malin Kundang.

END

How is the story? I am writing this folklore in order to celebrate Mother’s day. You know, I can’t wait to be a Mama and telling many Indonesian folktales to my children!!!

Puspita Anggraini
21 Desember 2016
Pondok Indah, Indonesia

 

Dieng Backpacker (Pendakian Gn. Prau Part 2)

FABIAYYI ALAAIRAABIKUMAA TUKADZDZIBAANN

(maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan)

Sepanjang perjalanan mendaki, kami di suguhkan dengan keindahan kerlip bintang dan lampu-lampu kota di malam yang sunyi. Hanya decitan batang pohon yang saling bertemu ditambah bunyi jangkrik yang saling bersautan. Sendu rasanya hati ini. Beberapa kali kami bertemu dengan rombongan pendaki lain yang lewat untuk memberi semangat ketika kami duduk bersandar untuk istirahat. Ini adalah kali pertama saya mendaki gunung lewati lembah bersama teman bertualang pada malam hari. Sekitar 3 jam kami berjuang untuk mencapai puncak gunung prau. Sampailah di puncak prau tengah malam, disambut dengan dingin yang menusuk tulang serta hembusan angin kencang dan rintik hujan yang merindukan. Dan inilah saatnya beraksi gengs……. Memasang tenda di malam hari dengan terpaan angin sana sini.

Setelah 2 tenda dome selesai, kami pun beristirahat di tenda kami masing-masing. Mungkin mery sudah terlalu lelah sehingga dia terlelap tidur. Saya seperti biasa, lapar. Akhirnya saya putuskan untuk cemil cemil roti dan teh sebagai penghangat tubuh lalu setelah itu saya tidur.

Keeseokan paginya, ketika bangun dan membuka tenda saya takjub dengan lukisan alam yang Allah ciptakan untuk kita syukuri. Matahari belum muncul, hanya saja warnanya sudah menyembul membuat mata kami refresh dengan suguhan keindahan ini.

img_9899

IMG_9980.JPG

Prau Mount, taken by Meryam Zahida

Kami duduk di tenda sambil menikmati lukisan alam ini. Kopi, teh serta roti sobek adalah teman setia kami. Tidak lupa pula pop mie penyelamat perut kami. Dengan udara yang dingin dan kondisi badan yang letih, kami memutuskan untuk mengganjal perut kami sebelum mencari spot yang lebih tinggi. Well, saya akui Hadi dan Grio adalah baby sitter yang sangat terampil dalam membuat kopi, teh serta pop mie. Enyaaaakkkkkk hehhheeh

img_0043

IMG_0020.JPG

We are Happy!!!! Hari ini pun bertepatan dengan hari ulang tahun mery dan memang saya sudah merencanakan untuk memberi surprise ke dia. Semalam sudah beli kue lapis dan lilin di indomaret sebelum mendaki, tentu tanpa sepengetahuan dia. Setelah berfoto foto ria, kami memutuskan untuk ke tenda dan surprise pun dimulai. Saya ajak Grio dan Hadi bernyanyi dan puncak prau menjadi saksi persahabatan kita untuk selamanya.

Happy Birthday Girl!!!! Terbayar ya birthday tripnya, semoga apapun yang terbaik untuk dirimu terkabul! Love you :), sayangnya Atiek dan Syifa tidak ada, tak apalah.

IMG_9977.JPG

Puspita Anggraini
15 Desember 2016
Pondok Indah, Indonesia